Monthly Archives: January 2010

Jejak Kekasih#02: Surabaya

“Aku ga gelem duwek sing abang , ga payu mas’, aku maunya yang ijo aja mas, ujar mbah Riyem, pengemis didepan mesjid Ampel Surabaya manakala aku menyodorkan duit berwarna merah untuk sodaqoh dihari Assyura. ‘Lho mbah, duit ijo itu cuma sewu mbah, ini lebih bagus’, kata ku meyakinkan nya.  ‘Ndak pokok nya aku ga gelem, ndak payu itu’. Berdebat percuma, akhirnya kucari duit ribuan lain didompet, ternyata cuma ada empat lembar. Si mbah menerimanya dengan sukacita. Ada butiran bening disudut matanya. Doa nya panjang sekali untuk ku dan keluarga ku.

‘Aneh ya pa’, ujar Rara putri bungsu ku, sembari menuju masjid ampel yang terlihat sangat luarbiasa ramainya. Biasanya orang kan seneng banget kalo dikasih duit 100ribuan. Tapi koq si mbah ngga mau, bener bener aneh. Ga aneh juga sih dek, mungkin si mbah emang seumur umur emang belum pernah liat duit merah gitu. Jadi pas kita kasih, dia kira itu cuma duit mainan. Rara tetep tidak mengerti, dia cuma terus menggeleng gelengkan kepala nya hingga kami masuk masjid ampel peninggalan Sunan Ampel, salah satu dari 9 wali. Didalam Mesjid Ampel, suasana sangat syahdu. tak henti henti nya asma Allah disebut.

Mbah Riyem, hanyalah potret kecil dari wajah negeri ini yang sesungguhnya. Ke papahan yang menggelayut ditubuh renta, hingga tak mengenal nominal terbesar mata uang yang berlaku. yang dikenal cuma duit seribu. Karena hanya itu yang bisa diperoleh setiap hari nya. Terlalu berlebihan bila para pembesar berucap tingkat kemiskinan sudah hampir lenyap di negeri ini. Kita tidak tau seberapa sering mereka tanpa dikawal ajudan masuk kekampung kampung kumuh setelah masa kampanye berlalu.

Kini kita merindukan sosok Umar Bin Khatab, yang memanggul gandum dengan bahunya sendiri untuk diberikan kepada janda yang ditinggal syahid suaminya. Kita merindukan pemimpin yang tau persis akar permasalahan, yang tidak hanya melihat kulitnya saja lalu mengambil kesimpulan bahwa ada orang yang harus diselamatkan dan ada yang harus dibiarkan tenggelam dalam ke tidak berdayaan nya.

Duhai para pemimpin, tanggungjawab mu sungguhlah berat karena kaki kiri mu berada dineraka sedang kaki kanan mu ada di surga. Bila lalai alangkah perihnya azab Tuhan yang akan engkau panggul, karena engkau menyia nyiakan amanah yang ada dipundak mu. Semua orang berharap pada mu, dan disetiap doa kami memohon agar tuhan mengampuni mu agar rido Allah tercurah pada mu. Mati lah engkau dalam dekapan iman agar surga tempat kembali mu yang kekal.

Jejak Kekasih #01: Yogyakarta

‘ Zaman sekarang, rezeki koq ya seperti ditangan manusia ya bu’, keluh Mas Jarwo sambil menggenjot beca yang kami tumpangi. ‘Lho, maksudnya mas? kan semua rezeki Gusti Allah yang ngatur, jawab istri ku sambil menikmati suasana pagi di kraton.’ Iya gitu bu”, sekarang urusan beca di yogya ini juga diatur atur, yang mangkal didepan Mesjid Besar (PanMaBes) Kauman ndak boleh ngambil penumpang di Beringharjo, begitu juga sebaliknya.’Lho bukannya bagus mas’,  lanjut istri ku lagi.Biar semua kebagian penumpang. ‘Bagus gimana tha bu’? lha wong sudah jelas, sekarang cari duit jadi makin susah, jawab Mas Jarwo sambil mengelap keringat dari keningnya. “Koq koyo ne petinggi petinggi iku gak seneng ndelok  rakyate ki urip, uenak,mapan. Senenge mites mites rakyate koyo tumo yo bu”  ujar mas jarwo melas.

Nanti setelah dari kraton kita kemana bu? tanya nya sopan. Mirota batik, jawab istriku. Bapak tunggu aja sebentar, nanti kita lanjut ke Wijilan njajal gudeg nya Yu Jum. ‘Waduh bu, kan tadi saya udah bilang ‘ kalo udah berenti di Mirota, saya ngga boleh bawa ibu dan bapak lagi untuk jalan jalan. ‘lho kenapa mas’? tanya istri ku. Kan tadi saya udah bilang beca PanMaBes ngga boleh ngambil penumpang di Malioboro ini. ‘Wah koq bisa ya mas’, ujar istri ku sambil mengeleng gelengkan kepalanya. ‘Bukan cuma itu bu, bentar lagi katanya untuk narik beca pun harus punya SIM. Surat Ijin Mbeca. What??

Aku yang sedari mendengar pembicaraan Mas Jarwo dengan istri ku, cuma bisa mengernyitkan kening. Ngga enak banget ternyata jadi wong cilik. Cari makan untuk sehari pun dibatas batasin. Aturan pun terkadang ngga bisa diterima logika. Tapi itulah kenyataan hidup dizaman susah seperti sekarang ini. Fakir akan berteman dekat dengan kafir. Gimana tidak, Mas Jarwo pun sudah punya pemikiran kalo rezeki itu seperti datang dari manusia, bukan dari Tuhan. bayangkan kalo sebegitu banyak orang fakir dinegeri ini, maka akan berapa banyak yang akan punya fikiran layaknya seorang kafir? menyedihkan.

Sejatinya, perasaan ‘kekurangan’ bukanlah hanya dominasi wong cilik. Hampir disemua lapisan bahkan. Lha para koruptor itu sesungguhnya adalah orang yang hidup serba kecukupan koq, ga sesulit hidupnya mas jarwo. Lha para Penegak Hukum yang melacurkan diri  hingga menjadi terhukum, sesungguhnya hidup berkecukupan koq, ga sesulit hidupnya mas jarwo. Lha para petinggi yang pinter pinter namun masih suka kasak kusuk sama mafia hukum & jabatan, sesungguhnya hidup berkecukupan koq, ga sesulit hidupnya mas jarwo.

Lalu, sesungguhnya apa ya yang kita cari dalam hidup ini?